Sabtu, 20 Oktober 2018

Sejarah, Budaya, dan Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Geneng




       I.            PENDAHULUAN
Pada dasarnya kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat. Untuk itu nilai-nilai budaya merupakan suatu bagian yang sangat penting untuk dilestarikan.Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari melestarikan nilai-nilai budaya,salah satunya yaitu budaya sebagai perekat bangsa.
Secara umum kita mengakui bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke.Budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang kita yang semestinya pasti akan diturunkan kepada kita sebagai generasi penerus agar budaya itu tidak punah.Akan tetapi,dalam kenyataannya banyak sekali generasi muda yang kurang peduli dengan budaya peninggalan nenek moyang tersebut. Untuk itu perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya didalam suata masyarakat agar budaya yang kita miliki ini tidak punah.
Seperti halnya di daerah Demak Jawa Tengah yang notaben nya adalah sebuah daerah yang memiliki sejarah yang sangat panjang misalnya sejarah tentang kerajaan Islam di demak, sejarah raden Fatah, sejarah Sunan Kali jaga yang ketika menjalankan misi dakwahnya menggunakan budaya kesenian Wayang kulit, dan lain-lain.
 Begitu pula di Desa Geneng Kec. Mijen Kab. Demak, sebuah desa yang mayoritas penduduknya beragama muslim, dan mempunyai suatu Khas serta keunikan tersendiri terkait dengan adat dan budaya. Dari sejarah itulah timbul berbagai adat istiadat, kebudayaan serta berbagai macam kesenian yang harus diketahui oleh Warga.

    II.            PEMBAHASAN
A.    Sejarah Berdirinya Desa Geneng
Pada sekitar  abad ke-16  terdapat  dua tokoh yang bernama Mbah Nur Iman dan Mbah Trowelo yang bertempat tinggal atau bermukim di bagian utara Desa Geneng atau perbatasan dengan suatu desa yang sekarang disebut dengan desa “Jati Rejo”.
Bebarengan dengan masa adanya dua tokoh tersebut  ada suatu peristiwa banjir yang sangat besar melanda desa- desa termasuk desa yang ditempati oleh mbah Nur Iman dan Mbah Terowelo. Sehingga penduduk disekitarnya, meskipun masih sedikit pada lari mengungsi untuk menyelamatkan diri menuju ke gundukan tanah atau suatu dataran yang tinggi, Lantas Mbah Nur Iman dan Mbah Terowelo kemudian menunjuk kearah selatan, yaitu di desa Geneng Bagian Tengah. Selang beberapa waktu diikuti atau disusul oleh rombongan beberapa orang.
Asal mula nama "GENENG "diambil dari peristiwa banjir yang melanda banyak desa-desa disekitarnya,namun desa Geneng pada saat banjir itu datang ,desa Geneng tidak terkena banjir sendiri .karena diapit oleh dua aliran bendungan yang bernama kanal.untuk itulah dinamakan desa "Geneng ".yang berarti dataran tanahnya berada diketinggian / tidak terkena banjir.
Kemudian jelang sekitar Sembilan tahun kemudian datanglah seorang prajurit Mataram yang mengaku dengan nama Mbah Jumali yang masih menjadi salah satu murid dari Kanjeng Sunan Kali Jaga sewaktu masih kecil atau pada saat masih mudanya. Setelah Mbah Jumali mengembara akhirnya beliau masuk ke Desa Geneng  bertemu dengan segerombolan atau sekelompok orang-orang yang sudah terlebih dahulu bermukim di desa tersebut. Selang beberapa masa kemudian Mbah Jumali akhirnya menetap di Desa Geneng dan diangkat sebagai menantu dari pada sesepuh Desa yaitu Mbah Nur Iman yang merupakan Pemimpin dari sekelompok orang-orang yang hijrah atau dengan sebutan lain mbah Nur Iman sebagai Lurah di wilayah tersebut.
Pada saat Mbah Jumali diangkat menjadi menantu Mbah Nur Iman Maka keluarga sesepuh tersebut dipanggil oleh kalangan warga dengan sebutan “Mbah Buyut”. Setelah Mbah Nur Iman Wafat beliau di makam kan di pemakaman umum di sebelah utara desa Geneng atau yang biasa disebut waga dengan istilah “Makam Gedhe”. Disebut demikian karena dari beberapa makam yang ada di Desa Geneng yang paling besar adalah makan tersebut. Akan tetapi karena makam Mbah Nur Iman  tidak dirawat dengan baik akhirnya menjadi hilang dan tidak diketahui dimana letak persisnya. Berbeda dengan Letak Makam Mbah Jumali, beliau setelah wafat dimakamkan di bawah Pohon Asem yang usianya sudah ratusan tahun atau  di tengah-tengah Desa tepatnya di dekat Masjid Baitul Izzah.
Setelah masuk abad ke-18 sudah di kenal dengan adanya Lurah Desa yang pada waktu itu dipimpin oleh Mbah Sopal yang masa jabatannya cukup lama, yakni pertengahan abad ke-18 sampai dengan tahun 1918 M atau sekitar 50 Tahun lebih menjabat sebagai Lurah Desa.
Kemudiaan setelah Mbah Sopal Wafat, estafet kepemimpinan Lurah diPegang Oleh Mbah Sutorejo yaitu pada tahun 1918 M sampai dengan 1954 M.
Pada tahun 1931 M.  Mbah Sutorejo mau berangkat haji namun masyarakat mengingatkan bahwa kebetulan pada masa itu mbah Muktasrib dan para kyai-kyai mengingatkan  sebaiknya tidak usah pergi haji terlebih dahulu, karena biaya untuk berangkat haji bisa digunakan untuk membangun masjid, karena pada saat itu di Desa Geneng belum ada Masjid akan tetapi sudah ada Mushola/langgar yang biasa digunakan untuk Solat Jumat. Yaitu di mushola Baitussalam, yang sekarang terletak di gang 5 wetan.
Kemudian pada tahun 1934 M dimulailah  pembangunan masjid, namun ketika Masjid sudah dibangun fungsi Masjid yang baru, hanya dipakai sebatas  untuk solat fardlu 5 waktu, belum dipakai untuk solat jumat, karena solat jumat masih dilaksanakan di Mushola/Langgar Baitussalam.  Lantas pada tahun 1942 M. Masjid yang baru dibangun kemudian dipakai untuk solat Jumat. Ketika Mbah Sutorejo menjabat sebagai Lurah, ada Ulama yang cukup dihormati oleh masyarakat yaitu Kyai Muhammad Abdul Qohar  dan Kyai Muktasrib.
Selanjutnya setelah Mbah Sutorejo Wafat, kepemimpinan jabatan Lurah Desa Geneng di pegang oleh Mbah Gimin yaitu pada tahun 1954 M s/d 1974 M. (Mbah Gimin merupakan anak dari mbah sutorejo).
Kemudian dilanjutkan oleh Mbah Wartono pada tahun 1974 M s/d 1991 M.
Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Suharto yaitu pada Tahun 1991 M s/d 1999 M.
Kemudian dilanjutkan oleh Ibu Subiyanti yaitu Pada Tahun 1999 M s/d 2009 M.
Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Akhmad, yaitu pada tahun 2009 – Sampai sekarang.
Ø  Tabel  Urutan Kepemimpinan/ Lurah Desa Geneng adalah sebagai berikut :

No.

Nama Kepala Desa/ Lurah

Masa/ Periode
1.       
Mbah Sopal

Pertengahan Abad ke-18
2.       
Mbah Sutorejo

1918 M s/d 1954 M
3.       
Mbah Gimin

1954 M s/d 1974 M
4.       
Mbah Wartono

1974 M s/d 1991 M
5.       
Suharto

1991 M s/d 1999 M
6.       
Subiyanti

1999 M s/d 2009 M
7.       
Akhmad

2009 M s/d 2015 M
8.       
Akhmad

2016 M Sampai Sekarang


B.     Tokoh-tokoh Masyarakat, Alim Ulama’ dan Sesepuh Desa Geneng
1.      Mbah Tabri
Mbah Tabri datang ke Desa Geneng yaitu sekitar abad ke-18. Beliau adalah salah satu sesepuh, alim ulama’, serta pendiri Desa Geneng setelah Mbah Nur Iman, Mbah Trowelo, dan Mbah Jumali. Mbah Tabri merupakan seorang pendatang yang konon berasal dari daerah Jawa Timur dengan dibuktikan bahwa saudara-saudaranya banyak yang tinggal disana.
Pada abad ke 18 beliau pernah menjabat sebagai Modin, tetapi tidak berlangsung lama karena ada saudaranya bernama Mbah Minten yang kurang setuju dengan jabatan tersebut.

2.      Mbah Muktasrib
Beliau merupakan anak kandung dari Mbah Tabri. Sama halnya dengan Mbah Tabri, Mbah Muktasrib adalah salah satu tokoh sesepuh yang sangat luar biasa. Beliau juga berperan dalam mendirikan mushola/langgar yang pertama kali di desa, dulu mushola tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan termasuk solat fardlu 5 waktu dan dipakai untuk Solat Jumat sebelum adanya Masjid.
Disisi lain Mbah Muktasrib selain berperan menjadi Kyai beliau juga orang yang berilmu sangat tinggi dan mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak sembarang orang bisa memilikinya, diantaranya pernah mendapatkan suatu penghargaan atau hadiah dari Kolonial Belanda karena mampu menjawab tantangan dari Belanda yaitu beradu kecepatan antara Mbah Muktasrib melawan Kereta Api, singkat cerita tantangan tersebut bisa dimenangkan oleh Mbah Muktasrib dan diberikan hadiah seekor kerbau.
Kelebihan lain yang dimiliki beliau adalah memiliki ilmu ‘Sepu Angin”, orang yang memiliki ilmu kanuragan, kedigdayaan atau orang yang hebat. Selain itu juga pernah bertapa selama 40 hari di dalam tanah.
Mbah Muktasrib juga seseorang yang mampu menjaga, membentengi, dan memberikan pagar di Desa Geneng supaya aman dari Penjajah, dan terbukti bahwa Desa Geneng ketika itu bisa terlepas dari penjajah Belanda.

3.      Mbah Sutorejo
Ketika masih hidup beliau adalah sosok yang kharismatik dan terpandang di mata masyarakat, selain berperan sebagai tokoh masyarakat beliau juga berperan sebagai tokoh Alim ulama’ dan sesepuh di desa Geneng pada masa itu. Bahkan pernah menjabat sebagai lurah Desa Geneng pada periode 1918 M s/d 1954 M.
Sosoknya yang sederhana dan dermawan membuat beliau layak diangkat sebagai pemimpin desa. Hal ini dibuktikan ketika Mbah Sutorejo ingin berangkat melaksanakan haji sampai rela menunda ke tanah suci untuk sementara waktu karena atas usulan dari para kyai-kyai beserta saudaranya bahwa biaya untuk berangkat haji dialihkan guna membangun sebuah Masjid, mengingat pada masa itu di Desa Geneng belum ada Masjid. Meskipun sudah ada sebuah bangunan mushola atau langgar kecil yang digunakan untuk solat berjamaah dan untuk solat Jumat.  Dan pada akhirnya Mbah Sutorejo meyetujui usulan tersebut dengan tujuan supaya masyarakat desa geneng semangat untuk beribadah dengan adanya bangunan sebuah masjid yang daya tampungnya lebih besar. Kemudian dibangunlah sebuah masjid pada tahun 1934 M. yang di beri nama Masjid Baitul Izzah.
Yang menjadi Imam Masjid pertamakali adalah mbah Modin Maryadi selaku menantu dari Mbah Sutorejo. Kemudian dilanjutkan oleh Kyai Supardi yang merupakan seorang cucu dari Mbah Tabri.

4.      Mbah Gimin
Beliau adalah seorang anak dari mbah sutorejo yang pernah menjabat juga sebagai Lurah Desa Geneng. Mbah Gimin meneruskan jabatan lurah setelah Bapaknya (Sutorejo) sudah menginjak usia sepuh atau  menjelang wafat.
Ketika Mbah Gimin Menjadi pemimpin Desa/ Lurah, Ulama’ sentralnya dipegang oleh Kyai Supardi, karena para ulama-ulama terdahulu sudah banyak yang wafat.

5.      Mbah Wartono
Mbah wartono menjabat sebagai lurah pada periode 1974 M s/d 1991 M. sejak beliau diangkat sebagai pemimpin Desa atau Lurah, sistem politiknya sudah menggunakan sistem demokrasi, yaitu ketika menjadi lurah harus melalui pemilihan (Calonan). Berbeda pada periode-periode terdahulu bahwa lurah diangkat secara turun menurun.
Pada periode lurah Wartono kepemimpinan para ulama’ dipegang oleh Kyai Nasikhun sampai pada periode pertama lurah Akhmad 2009 M s/d 2015 M.

6.      Mbah Kyai Supardi
Beringan dengan berdirinya masjid yang sudah dipakai untuk solat Jumat pada tahun 1942 M kemudian pada saat itu muncul ulama yang bernama Kyai Supardi, beliau adalah Imam Masjid pertama sekaligus ulama’ sentral ketika masa itu, yang diangkat langsung oleh lurah/ pemerintah Desa.
Pada periode ini masyarakat Desa Geneng masih terkenal dengan Masyarakat Abangan, yakni masyarakat yang kurang pengetahuan atau pemahaman tentang agama Islam. Meskipun pada periode sebelumnya sudah banyak ulama-ulama, akan tetapi pada masa mbah Kyai Supardi Islam dan ajarannya lebih bisa berkembang di masyarakat serta banyak yang mau beribadah.
Dalam hal Pendidikan dan dakwah beliau sudah bersifat Modern karena berkat peran beliau berdirilah sebuah lembaga pendidikan Madrasah, dan tempat-tempat untuk mengaji menimba ilmu agama, terbuka bagi semua kalangan. Dan akhirnya Masyarakat Desa Geneng menjadi lebih religius serta santri-santrinya semakin berkembang. Termasuk pengetahuan tentang agama Islam dimata masyarakat juga ikut tersebar luas. Beliau wafat pada tahun 1958 M.

 7.      Mbah Kyai Nasikhun
Setelah Mbah Kyai supardi wafat, sentral ulama’ di Desa Geneng dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Kyai Nasikhun. Saat wafat ayahnya Mbah Kyai Nasikhun masih muda (bujangan) namun sudah diangkat menjadi Kyai Desa sekaligus Imam Masjid Baitul Izzah.
Mbah Kyai Nasikhun Lahir pada tahun 1928 M, semasa kecil beliau belajar tentang agama Islam langsung kepada orangtuanya. Namun setelah menginjak usia 10 tahun  beliau ditinnggal wafat oleh Ibunya. Setelah menjadi piatu pada usia tersebut  lantas Mbah Kyai Nasikhun menimba ilmu agama di Ponpes Robayan, salah satu ponpes yang berada di Jepara.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di daerah Robayan Jepara kemudian beliau pindah ke salah satu Ponpes di Kajen, Pati, yaitu ditempat Kyai Tohir pada tahun 1951 M-1955 M.
Kemudian setelah dari Kajen beliau pindah lagi ke Jombang Jawa Timur yaitu ditempat K.H Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah satu pencetus berdirinya Nahdladul Ulama’. Selain menjadi santri beliau juga diberikan tugas dari Kyai untuk menjemput tiga putera-puteri K.H Abdul Wahab, termasuk K.H Hasib Hasbullah yang menjadi pengasuh Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang Jatim.
Pada tahun 1958 beliau pulang  karena ayahnya sedang sakit dan kemudian wafat. Setelah wafat ayahnya beliau ingin kembali lagi ke Ponpes namun dilarang oleh keluarga beserta masyarakat untuk diminta tetap tinggal di Desa guna meneruskan perjuangan ayahnya (Mbah Kyai Supardi). Selang satu tahun diangkat menjadi Kyai, beliau mendirikan sebuah Madrasah Diniyah. Yaitu salah satu tempat lembaga pendidikan agama Islam. Beliau wafat pada tanggal 12 Februari 2012 M.
Mbah Kyai Nasikhun sebagai sentral ulama’ di desa Geneng berlangsung cukup lama, yaitu dimulai dari masa kepemimpinan Lurah Mbah Gimin sampai dengan Lurah Bapak Akhmad periode pertama.

C.    Macam-Macam Adat  Desa Geneng
Secara umum adat yang berada di masyarakat Desa Geneng terbagi menjadi dua, yaitu adat keagamaan dan adat kemasyarakatan.
1.      Adat Keagamaan
Adapun adat keagamaan yang menjadi kebiasaan di Desa Geneng diantaranya adalah sebagai berikut :
a)      Nyekar di Makam Mbah Buyut Jumali.
Mengingat bahwa Mbah Jumali merupakan salah satu sesepuh atau pepunden di Desa yang ditokohkan , dan beliau juga mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki semua orang, maka sampai sekarang banyak warga datang berziarah ke makam tersebut. Bahkan jika seseorang ada yang mau mengadakan Hajatan seperti duwe gawe,Mantenan, sunatan, dan lain sebagainya, masyarakat mempunyai adat tersendiri yakni datang ke makam untuk nyekar serta berziarah dengan membawa makanan berupa ayam Ingkung. Kemudian setelah melakukan Tahlil dan Doa bersama Ayam ingkung tersebut dibagikan kepada orang-orang sekitar, atau orang yang sukarela ikut mebantu dalam prosesi kegiatan nyekar tersebut. Tempat makam berada di bawah pohon Asam yang sangat besar dan usianya sudah mencapai ratusan bahkan ribuan tahun atau berdekatan dengan Masjid Baitul Izzah.
Dahulu kegiatan ritual tersebut memang hampir mendekati Syirik,atau melanggar Syariat Islam, karena kebodohan masyarakat yang belum paham tentang arti berziarah sebab masih meminta sesuatu kepada makam dan bukan sama Allah Swt. Lantas, berkat peran ulama akhirnya meluruskan kegiatan nyekar serta dalam kegiatannya diisi dengan Tahlil dan Doa-doa.
Dan pada akhirnya sekarang telah diadakan kegiatan rutinan di makam Mbah Jumali, bahwa setiap malam jumat diakan kegiatan jamiyah Tahlilan.
b)      Kegiatan Selapanan Kematian.
Setiap malam hari kematian seseorang selalu diadakan kegiatan Selametan di rumah ahli waris atau keluarganya, selain Selametan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan seribu hari (mendak) di Desa Geneng mempunyai adat tersendiri yaitu peringatan Selapanan (setiap 35 hari sekali) mengadakan tahlilan atau selametan.
c)      Megengan
Megengan adalah kegiatan ziarah ke makam leluhur atau orang-orang terdahulu, seperti kakek-neneknya nya, orang tuanya, saudaranya dll, yang sudah meninggal.
Pelaksanaan Megengan dilaksanakan di makam-makam menjelang awal Ramadhan dan menjelang satu Syawal, kegiatan ziarah tersebut diisi dengan acara Tahlil secara berjamaah serta dihadiri para kyai beserta semua warga.

2.      Adat Kemasyarakatan
Adat kemasyarakan ini merupakan kegiatan adat yang diadakan oleh pemerintah Desa, yaitu Sedekah Bumi.
Kegiatan adat sedekah bumi biasanya diadakan selama satu tahun sekali dan bertempat di rumah Lurah Desa Geneng, yang diisi dengan berbagai kegiatan, yang pertama adalah mengadakan tahlil bersama di kediaman lurah desa setempat. Kemudian yang kedua yaitu dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisonal salah satunya adalah pertunjukkan wayang kulit/ kesenian Ketoprak selama satu hari satu malam.

D.    Macam-macam Kesenian di Desa Geneng
Di Desa Geneng terdapat berbagai macam kesenian diantaranya sebagai berikut :
1.      Jidur / Terbang Banten
Kesenian Jidur sudah berdiri sejak lama yakni pada masa pemerintahan Mbah Sutorejo. Pada saat itu kesenian Jidur digunakan untuk mengiringi kegiatan Berjanjen atau mauludan. Pada sekitar tahun 2000 M seiring dengan perkembangan zaman kesenian Jidur ini semakin lama semakin terkikis dikarenakan kurangnya peminat dari masyarakat yang semakin modern serta tidak adanya generasi penerus. Kemudian pada tahun 2013 kesenian ini akhirnya dilanjutkan dengan kesenian Terbang modern/rebana modern yang diprakarsai oleh Bapak Pur dan Ibu Sulis.
2.      Barongan
Pada tahun 1958 M seni barong mulai diperkenalkan di Desa Geneng dan masyarakat pun sangat antusias jika melihat kesenian tersebut. Sebelum desa Geneng mempunyai seperangkat seni barong sendiri, terlebih dahulu diawali dengan mendatangkan (Nanggap) kesenian barongan dari luar desa yaitu desa Bandung Rejo. Kemudian ketika pertamakali seni ini dipertunjukkan kepada  warga, ternyata respon dari warga banyak yang suka.
Sehingga pada tahun 1960 M.  barulah seni Barongan berdiri di Desa Geneng dengan nama “Singo Barong” yang diprakarsai oleh Bapak Sumen, akan tetapi pada saat itu masih dalam naungan desa Bandung Rejo. Atau dengan kata lain ikut bergabung dengan seni barongan yang sudah ada di desa tersebut. akhirnya pada tahun 1973 M. seni barong resmi berdiri sendiri dengan dipimpin oleh Bapak Sumen secara langsung dan keluar dari naungan Bandung Rejo. Sejak itulah para anggota seni barong sebanyak 80 % berasal dari desa Geneng sedangkan sisanya adalah anggota dari luar desa.
Ketika Bapak Sumen menjadi pemimpin seni barong pertama di desa Geneng, minat dan respon masyarakat sangat antusias sekali sehingga ketika ada suatu hajatan sunatan, pernikahan, dan sebagainya banyak dari warga yang menyewa (Nanggap) kesenian tersebut.
Setelah tahun 1987 M. Bapak Sumen Wafat, kepemimpinan seni barong ini selanjutnya dipegang oleh Bapak Supardi atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Pak Icun”. Namun setelah depegang oleh beliau seni barong ini sempat mengalami naik-turun dalam hal minat masyarakat terhadap kesenian barong. Sehingga sempat menjadi pasif.
Selang beberapa lama  setelah seni barong pasif kemudian timbul inisiatif dari para pemuda yang dipelopori oleh Bapak Supardi atau yang dikenal dengan sebutan pak “Menyot” untuk mengambil alih barongan yang semula berada ditempat pak Icun dipindah keruma-Nya dengan harapan kesenian tersebut bisa diaktifkan lagi. Tidak lama kemudian seni barong yang ada di desa Geneng yang sudah lama pasif akhirnya dapat lebih berkembang sehingga ketika ada warga yang punya hajatan duwe gawe bisa mengundang kesenian barongan untuk di pertunjukkan kembali kepada warga sekitar, serta tidak jarang pula seni barong ini ditampilkan setiap acara HUT kemerdekaan RI untuk memeriahkan kegiatan arak-arakan yang diadakan oleh pemerintah desa.
 Jumlah anggota seni barongan ini terdapat sekitar 30 0rang, dan untuk jadwal latihan diadakan satu bulan satu kali.
3.      Drumband
Sejarah berdirinya kesenian Drumband diawali dengan sejarah berdirinya Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Geneng., yaitu pada tahun 1994 M. yang pada tahun tersebut MTs Geneng masih bergabung dengan bangunan sekolah Madrasah diniyah yang lebih dulu berdiri. Tempatnya berada di sebelah selatan desa Geneng.
Setelah MTs Nurul Huda mempunyai Gedung baru yang tempatnya berada di pinggir Jalan raya (pertelon, atau sekitar 200 meter ke timur dari bangunan lama) kemudian berdirilah kesenian Drumband, yang pada saat itu digunakan sebagai ekstra kurikuler untuk peserta didik Madrasah Tsanawiyah.
Sama halnya dengan kesenian Barongan, kesenian Drumband ini juga dipakai untuk memeriahkan kegiatan arak-arakan yang diadakan oleh pemerintah desa untuk ikut memeriahkan dalam acara hari kemerdekaan RI. Selain itu juga tidak sedikit dari masyarakat lokal maupun masyarakat luar desa, ikut nanggap pertunjukan seni Drumband ketika ada suatu hajatan pernikahan, sunatan dan lain sebagainya.

E.     Peran Pemerintah Desa Dalam Pelestarian Adat dan Budaya
Pemerintah Desa Geneng secara umum ikut berperan aktif dalam menjaga pelestarian adat dan budaya yang ada di Desa.  Hal ini dibuktikan pada tahun anggaran 2015 s/d 2016 pemerintah desa mengucurkan dana untuk perbaikan area makam mbah Jumali yang totalnya sebesar Rp. 10.000.000.
Kemudian untuk kesenian Barongan pemerintah desa juga mengucurkan dana sebesar Rp. 2.000.000. Pada tahun anggaran 2016 M.
Selanjutnya pemerintah desa Geneng juga aktif menyumbang beberapa dana untuk kemajuan Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Geneng, sehingga dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk kemajuan Madrasah, termasuk dapat digunakan sebagai pelestarian kesenian musik Drumband.

 III.            KESIMPULAN
Ø  Asal mula nama "GENENG "diambil dari peristiwa banjir yang melanda banyak desa-desa disekitarnya,namun desa Geneng pada saat banjir itu datang ,desa Geneng tidak terkena banjir sendiri .karena diapit oleh dua aliran bendungan yang bernama kanal.untuk itulah dinamakan desa "Geneng ".yang berarti dataran tanahnya berada diketinggian / tidak terkena banjir.
Ø  Tokoh-tokoh Masyarakat, Alim Ulama’ dan Sesepuh Desa Geneng
1.      Mbah Nur Iman
2.      Mbah Trowelo
3.      Mbah Jumali
4.      Mbah Tabri
5.      Mbah Muktasrib
6.      Mbah Sutorejo
7.      Mbah Gimin
8.      Mbah Wartono
9.      Mbah Kyai Supardi
10.  Mbah Kyai Nasikhun
Ø  Macam-Macam Adat  Desa Geneng
1.      Adat Keagamaan
a)      Nyekar di Makam Mbah Buyut Jumali.
b)      Kegiatan Selapanan Kematian.
c)      Megengan
2.      Adat Kemasyarakatan
  Sedekah Bumi
Ø  Macam-macam Kesenian di Desa Geneng
1.      Jidur / Terbang Banten
2.      Barongan
3.      Drumband
Ø  Peran Pemerintah Desa Dalam Pelestarian Adat dan Budaya
Pemerintah Desa Geneng secara umum ikut berperan aktif dalam menjaga pelestarian adat dan budaya yang ada di Desa  .

 IV.            PENUTUP
Demikian laporan pada bidang pelestarian adat dan budaya di desa Geneng yang bisa kami sampaikan. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua  dan kita sebagai manusia jangan sampai melupakan sejarah. 

    V.        DAFTAR LAMPIRAN DOKUMENTASI
  
Makam Mbah Buyut jumali


Pertunjukan Kesenian Drumband pada acara karnaval 17 Agustus yang diadakan oleh Desa


 Pertunjukan Kesenian Barongan di desa Geneng

Malam Puncak Acara Kegiatan Sedekah Bumi, Para Warga dihibur Dengan Pertunjukkan Kesenian Wayang Kulit di Kediaman Bapak Lurah Akhmad
   
 Foto Masjid Baitul Izzah Desa Geneng Yang Pada Saat ini Masih dalam Proses Pembangunan





VI.                 Referensi Wawancara dengan Beberapa Tokoh Desa Geneng


 Adib Habibi, S.Pd.I ( BPD Geneng)
Akhmad ( Lurah Geneng)
Eko Purnomo (Perangkat Desa Geneng)
Kyai Supadi ( Ulama' Geneng)
Drs. H. Sukirman, S.Pd.I (Ketua MUI Desa Geneng) 
K. Choiri (Ketua Ranting NU Desa Geneng)
Mbah Mansur (Sesepuh Geneng)
Mbah Kasan (Sesepuh Geneng)
Mbah Karsum (Sesepuh Geneng)


4 komentar:

  1. Apik, lagi ngerti sejarah e desoq

    BalasHapus
  2. Iseng2 aja caritau sejarah desa kelahiranku,suka kangen sm masa kecil dl sm org2 y kebanyakan sdh meninggal dan pergi merantau.Skrg sdh jauh dr kampung dan sdh lama jg gak plg.Lurah saat itu sy masih dapat budhe subi,pak kiyai nasikun.Saat itu beliau mmg sdh sepuh,tp alhamdulillah trnyata panjang umur.Dan telah meninggal 2012 lalu.Pak adib,guru diniyah sy (kisaran th 1997-2000 kalo ga salah) guru killer suka ngasih hukuman diplintir pusatx santri laki2😁halo pak✌️.Pak sukirman jg sy tau,beliau sgt berwibawa,sy berteman dgn anaknya y dl sekelas d sekolah diniyah namax ida,cantik orgx☺️.Pak choiri jg sy tau,tp sy tdk sempat diajar oleh beliau.Sgt menarik membaca artikel ini.Dl wkt kecil suka didongengin sm mbah sy,tp beliau sdh meninggal 2012 lalu😢.Terimakasih ilmuny buat guru2ku y berkat pengabdianx sy bs mengaji.Semoga Allah senantiasa memberikan beliau2 kesehatan dan perlindungan,serta diberikan panjang umur.Amin.Salam dr sy Nurul Umariyah,cucux mbah kurdi & mbah surimah (siapatau ada y kenal☺️)

    BalasHapus
  3. Btw mesjidnya skrg sdh sgt megah ya?dl wkt sy masih sekolah diniyah mesjidnya masih lt.1 tp mmg sdh besar dan lumayan tinggi.Oiya,samping kanan mesjid dl sy sekolah diniyah,dl bangunanx masih kecil dan dr kayu,sgt sederhana.Nanti naik kelas brp gitu baru pindah y k sekolah besar y d pinggir jln sana.Dl makamx mbh buyut jg cm dikasih pagar kayu seadax,skrg sdh ditembok ya?dl disana dibawah pohon asam ada mbah2 y jualan pecel sm kolak.Kalo wkt istirahat pd makan disana.Asrinya desaku yg dl,gak tau ya skrg bgmn keadaannya?Yg pasti adh tdk lengkap lg krn sdh banyak org2tua y meninggal dan teman2 masa kecil y sdh prg semua.Terakhir kesini th 2009,sdh lama sekali.

    BalasHapus

Sejarah, Budaya, dan Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Geneng

       I.             PENDAHULUAN Pada dasarnya kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya penge...