I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang
terkandung di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat. Untuk itu nilai-nilai budaya merupakan suatu bagian yang
sangat penting untuk dilestarikan.Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari
melestarikan nilai-nilai budaya,salah satunya yaitu budaya sebagai perekat bangsa.
Secara umum kita mengakui bahwa Negara Indonesia merupakan
negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan dari Sabang sampai
Merauke.Budaya tersebut merupakan peninggalan dari nenek moyang kita yang
semestinya pasti akan diturunkan kepada kita sebagai generasi penerus agar
budaya itu tidak punah.Akan tetapi,dalam kenyataannya banyak sekali generasi
muda yang kurang peduli dengan budaya peninggalan nenek moyang tersebut. Untuk itu perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa
pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya didalam suata masyarakat agar budaya
yang kita miliki ini tidak punah.
Seperti halnya di daerah Demak Jawa
Tengah yang notaben nya adalah sebuah daerah yang memiliki sejarah yang sangat
panjang misalnya sejarah tentang kerajaan Islam di demak, sejarah raden Fatah,
sejarah Sunan Kali jaga yang ketika menjalankan misi dakwahnya menggunakan
budaya kesenian Wayang kulit, dan lain-lain.
Begitu pula di Desa Geneng Kec. Mijen Kab.
Demak, sebuah desa yang mayoritas penduduknya beragama muslim, dan mempunyai suatu
Khas serta keunikan tersendiri terkait dengan adat dan budaya. Dari sejarah
itulah timbul berbagai adat istiadat, kebudayaan serta berbagai macam kesenian
yang harus diketahui oleh Warga.
II.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Desa
Geneng
Pada sekitar abad ke-16 terdapat dua tokoh yang bernama Mbah Nur Iman dan Mbah
Trowelo yang bertempat tinggal atau bermukim di bagian utara Desa Geneng atau
perbatasan dengan suatu desa yang sekarang disebut dengan desa “Jati Rejo”.
Bebarengan dengan masa
adanya dua tokoh tersebut ada suatu
peristiwa banjir yang sangat besar melanda desa- desa termasuk desa yang
ditempati oleh mbah Nur Iman dan Mbah Terowelo. Sehingga penduduk disekitarnya,
meskipun masih sedikit pada lari mengungsi untuk menyelamatkan diri menuju ke
gundukan tanah atau suatu dataran yang tinggi, Lantas Mbah Nur Iman dan Mbah
Terowelo kemudian menunjuk kearah selatan, yaitu di desa Geneng Bagian Tengah.
Selang beberapa waktu diikuti atau disusul oleh rombongan beberapa orang.
Asal mula nama "GENENG "diambil dari peristiwa
banjir yang melanda banyak desa-desa disekitarnya,namun desa Geneng pada saat
banjir itu datang ,desa Geneng tidak terkena banjir sendiri .karena diapit oleh
dua aliran bendungan yang bernama kanal.untuk itulah dinamakan desa
"Geneng ".yang berarti dataran tanahnya berada diketinggian / tidak
terkena banjir.
Kemudian jelang sekitar
Sembilan tahun kemudian datanglah seorang prajurit Mataram yang mengaku dengan
nama Mbah Jumali yang masih menjadi salah satu murid dari Kanjeng Sunan Kali
Jaga sewaktu masih kecil atau pada saat masih mudanya. Setelah Mbah Jumali
mengembara akhirnya beliau masuk ke Desa Geneng
bertemu dengan segerombolan atau sekelompok orang-orang yang sudah
terlebih dahulu bermukim di desa tersebut. Selang beberapa masa kemudian Mbah
Jumali akhirnya menetap di Desa Geneng dan diangkat sebagai menantu dari pada
sesepuh Desa yaitu Mbah Nur Iman yang merupakan Pemimpin dari sekelompok
orang-orang yang hijrah atau dengan sebutan lain mbah Nur Iman sebagai Lurah di
wilayah tersebut.
Pada saat Mbah Jumali
diangkat menjadi menantu Mbah Nur Iman Maka keluarga sesepuh tersebut dipanggil
oleh kalangan warga dengan sebutan “Mbah Buyut”. Setelah Mbah Nur Iman Wafat
beliau di makam kan di pemakaman umum di sebelah utara desa Geneng atau yang biasa
disebut waga dengan istilah “Makam Gedhe”. Disebut demikian karena dari
beberapa makam yang ada di Desa Geneng yang paling besar adalah makan tersebut.
Akan tetapi karena makam Mbah Nur Iman
tidak dirawat dengan baik akhirnya menjadi hilang dan tidak diketahui
dimana letak persisnya. Berbeda dengan Letak Makam Mbah Jumali, beliau setelah
wafat dimakamkan di bawah Pohon Asem yang usianya sudah ratusan tahun atau di tengah-tengah Desa tepatnya di dekat Masjid
Baitul Izzah.
Setelah masuk abad
ke-18 sudah di kenal dengan adanya Lurah Desa yang pada waktu itu dipimpin oleh
Mbah Sopal yang masa jabatannya cukup lama, yakni pertengahan abad ke-18 sampai
dengan tahun 1918 M atau sekitar 50 Tahun lebih menjabat sebagai Lurah Desa.
Kemudiaan setelah Mbah
Sopal Wafat, estafet kepemimpinan Lurah diPegang Oleh Mbah Sutorejo yaitu pada
tahun 1918 M sampai dengan 1954 M.
Pada tahun 1931 M. Mbah Sutorejo mau berangkat haji namun
masyarakat mengingatkan bahwa kebetulan pada masa itu mbah Muktasrib dan para
kyai-kyai mengingatkan sebaiknya tidak
usah pergi haji terlebih dahulu, karena biaya untuk berangkat haji bisa
digunakan untuk membangun masjid, karena pada saat itu di Desa Geneng belum ada
Masjid akan tetapi sudah ada Mushola/langgar yang biasa digunakan untuk Solat
Jumat. Yaitu di mushola Baitussalam, yang sekarang terletak di gang 5 wetan.
Kemudian pada tahun
1934 M dimulailah pembangunan masjid,
namun ketika Masjid sudah dibangun fungsi Masjid yang baru, hanya dipakai sebatas
untuk solat fardlu 5 waktu, belum
dipakai untuk solat jumat, karena solat jumat masih dilaksanakan di
Mushola/Langgar Baitussalam. Lantas pada
tahun 1942 M. Masjid yang baru dibangun kemudian dipakai untuk solat Jumat. Ketika
Mbah Sutorejo menjabat sebagai Lurah, ada Ulama yang cukup dihormati oleh
masyarakat yaitu Kyai Muhammad Abdul Qohar
dan Kyai Muktasrib.
Selanjutnya setelah
Mbah Sutorejo Wafat, kepemimpinan jabatan Lurah Desa Geneng di pegang oleh Mbah
Gimin yaitu pada tahun 1954 M s/d 1974 M. (Mbah Gimin merupakan anak dari mbah
sutorejo).
Kemudian dilanjutkan
oleh Mbah Wartono pada tahun 1974 M s/d 1991 M.
Kemudian dilanjutkan
oleh Bapak Suharto yaitu pada Tahun 1991 M s/d 1999 M.
Kemudian dilanjutkan
oleh Ibu Subiyanti yaitu Pada Tahun 1999 M s/d 2009 M.
Kemudian dilanjutkan
oleh Bapak Akhmad, yaitu pada tahun 2009 – Sampai sekarang.
Ø
Tabel Urutan
Kepemimpinan/ Lurah Desa Geneng adalah sebagai berikut :
No.
|
Nama Kepala Desa/ Lurah
|
Masa/ Periode
|
1.
|
Mbah Sopal
|
Pertengahan Abad ke-18
|
2.
|
Mbah Sutorejo
|
1918 M s/d 1954 M
|
3.
|
Mbah Gimin
|
1954 M s/d 1974 M
|
4.
|
Mbah Wartono
|
1974 M s/d 1991 M
|
5.
|
Suharto
|
1991 M s/d 1999 M
|
6.
|
Subiyanti
|
1999 M s/d 2009 M
|
7.
|
Akhmad
|
2009 M s/d 2015 M
|
8.
|
Akhmad
|
2016 M Sampai Sekarang
|
B. Tokoh-tokoh Masyarakat,
Alim Ulama’ dan Sesepuh Desa Geneng
1. Mbah Tabri
Mbah Tabri datang ke Desa Geneng yaitu sekitar abad
ke-18. Beliau adalah salah satu sesepuh, alim ulama’, serta pendiri Desa Geneng
setelah Mbah Nur Iman, Mbah Trowelo, dan Mbah Jumali. Mbah Tabri merupakan
seorang pendatang yang konon berasal dari daerah Jawa Timur dengan dibuktikan
bahwa saudara-saudaranya banyak yang tinggal disana.
Pada abad ke 18 beliau pernah menjabat sebagai Modin,
tetapi tidak berlangsung lama karena ada saudaranya bernama Mbah Minten yang
kurang setuju dengan jabatan tersebut.
2. Mbah Muktasrib
Beliau merupakan anak kandung dari Mbah Tabri. Sama
halnya dengan Mbah Tabri, Mbah Muktasrib adalah salah satu tokoh sesepuh yang
sangat luar biasa. Beliau juga berperan dalam mendirikan mushola/langgar yang
pertama kali di desa, dulu mushola tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan
termasuk solat fardlu 5 waktu dan dipakai untuk Solat Jumat sebelum adanya
Masjid.
Disisi lain Mbah Muktasrib selain berperan menjadi
Kyai beliau juga orang yang berilmu sangat tinggi dan mempunyai
kelebihan-kelebihan yang tidak sembarang orang bisa memilikinya, diantaranya
pernah mendapatkan suatu penghargaan atau hadiah dari Kolonial Belanda karena
mampu menjawab tantangan dari Belanda yaitu beradu kecepatan antara Mbah
Muktasrib melawan Kereta Api, singkat cerita tantangan tersebut bisa dimenangkan
oleh Mbah Muktasrib dan diberikan hadiah seekor kerbau.
Kelebihan lain yang dimiliki beliau adalah memiliki
ilmu ‘Sepu Angin”, orang yang memiliki ilmu kanuragan, kedigdayaan
atau orang yang hebat. Selain itu juga pernah bertapa selama 40 hari di dalam
tanah.
Mbah Muktasrib juga seseorang yang mampu menjaga,
membentengi, dan memberikan pagar di Desa Geneng supaya aman dari Penjajah, dan
terbukti bahwa Desa Geneng ketika itu bisa terlepas dari penjajah Belanda.
3. Mbah Sutorejo
Ketika masih hidup beliau
adalah sosok yang kharismatik dan terpandang di mata masyarakat, selain
berperan sebagai tokoh masyarakat beliau juga berperan sebagai tokoh Alim ulama’
dan sesepuh di desa Geneng pada masa itu. Bahkan pernah menjabat sebagai lurah
Desa Geneng pada periode 1918 M s/d 1954 M.
Sosoknya yang sederhana
dan dermawan membuat beliau layak diangkat sebagai pemimpin desa. Hal ini
dibuktikan ketika Mbah Sutorejo ingin berangkat melaksanakan haji sampai rela
menunda ke tanah suci untuk sementara waktu karena atas usulan dari para
kyai-kyai beserta saudaranya bahwa biaya untuk berangkat haji dialihkan guna
membangun sebuah Masjid, mengingat pada masa itu di Desa Geneng belum ada
Masjid. Meskipun sudah ada sebuah bangunan mushola atau langgar kecil yang
digunakan untuk solat berjamaah dan untuk solat Jumat. Dan pada akhirnya Mbah Sutorejo meyetujui
usulan tersebut dengan tujuan supaya masyarakat desa geneng semangat untuk
beribadah dengan adanya bangunan sebuah masjid yang daya tampungnya lebih
besar. Kemudian dibangunlah sebuah masjid pada tahun 1934 M. yang di beri nama
Masjid Baitul Izzah.
Yang menjadi Imam
Masjid pertamakali adalah mbah Modin Maryadi selaku menantu dari Mbah Sutorejo.
Kemudian dilanjutkan oleh Kyai Supardi yang merupakan seorang cucu dari Mbah Tabri.
4. Mbah Gimin
Beliau adalah seorang
anak dari mbah sutorejo yang pernah menjabat juga sebagai Lurah Desa Geneng.
Mbah Gimin meneruskan jabatan lurah setelah Bapaknya (Sutorejo) sudah menginjak
usia sepuh atau menjelang wafat.
Ketika Mbah Gimin Menjadi
pemimpin Desa/ Lurah, Ulama’ sentralnya dipegang oleh Kyai Supardi, karena para
ulama-ulama terdahulu sudah banyak yang wafat.
5. Mbah Wartono
Mbah wartono menjabat
sebagai lurah pada periode 1974 M s/d 1991 M. sejak beliau diangkat sebagai pemimpin
Desa atau Lurah, sistem politiknya sudah menggunakan sistem demokrasi, yaitu
ketika menjadi lurah harus melalui pemilihan (Calonan). Berbeda pada
periode-periode terdahulu bahwa lurah diangkat secara turun menurun.
Pada periode lurah
Wartono kepemimpinan para ulama’ dipegang oleh Kyai Nasikhun sampai pada
periode pertama lurah Akhmad 2009 M s/d 2015 M.
6. Mbah Kyai Supardi
Beringan dengan berdirinya
masjid yang sudah dipakai untuk solat Jumat pada tahun 1942 M kemudian pada
saat itu muncul ulama yang bernama Kyai Supardi, beliau adalah Imam Masjid
pertama sekaligus ulama’ sentral ketika masa itu, yang diangkat langsung oleh
lurah/ pemerintah Desa.
Pada periode ini
masyarakat Desa Geneng masih terkenal dengan Masyarakat Abangan, yakni masyarakat
yang kurang pengetahuan atau pemahaman tentang agama Islam. Meskipun pada
periode sebelumnya sudah banyak ulama-ulama, akan tetapi pada masa mbah Kyai
Supardi Islam dan ajarannya lebih bisa berkembang di masyarakat serta banyak
yang mau beribadah.
Dalam hal Pendidikan
dan dakwah beliau sudah bersifat Modern karena berkat peran beliau berdirilah
sebuah lembaga pendidikan Madrasah, dan tempat-tempat untuk mengaji menimba
ilmu agama, terbuka bagi semua kalangan. Dan akhirnya Masyarakat Desa Geneng menjadi
lebih religius serta santri-santrinya semakin berkembang. Termasuk pengetahuan
tentang agama Islam dimata masyarakat juga ikut tersebar luas. Beliau wafat
pada tahun 1958 M.
7. Mbah Kyai Nasikhun
Setelah Mbah Kyai supardi wafat, sentral ulama’ di Desa
Geneng dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Kyai Nasikhun. Saat wafat ayahnya
Mbah Kyai Nasikhun masih muda (bujangan) namun sudah diangkat menjadi Kyai Desa
sekaligus Imam Masjid Baitul Izzah.
Mbah Kyai Nasikhun Lahir pada tahun 1928 M, semasa
kecil beliau belajar tentang agama Islam langsung kepada orangtuanya. Namun setelah
menginjak usia 10 tahun beliau
ditinnggal wafat oleh Ibunya. Setelah menjadi piatu pada usia tersebut lantas Mbah Kyai Nasikhun menimba ilmu agama
di Ponpes Robayan, salah satu ponpes yang berada di Jepara.
Setelah beberapa tahun menimba ilmu di daerah Robayan Jepara
kemudian beliau pindah ke salah satu Ponpes di Kajen, Pati, yaitu ditempat Kyai
Tohir pada tahun 1951 M-1955 M.
Kemudian setelah dari Kajen beliau pindah lagi ke Jombang
Jawa Timur yaitu ditempat K.H Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah satu
pencetus berdirinya Nahdladul Ulama’. Selain menjadi santri beliau juga
diberikan tugas dari Kyai untuk menjemput tiga putera-puteri K.H Abdul Wahab,
termasuk K.H Hasib Hasbullah yang menjadi pengasuh Ponpes Bahrul Ulum Tambak
Beras, Jombang Jatim.
Pada tahun 1958 beliau pulang karena ayahnya sedang sakit dan kemudian
wafat. Setelah wafat ayahnya beliau ingin kembali lagi ke Ponpes namun dilarang
oleh keluarga beserta masyarakat untuk diminta tetap tinggal di Desa guna
meneruskan perjuangan ayahnya (Mbah Kyai Supardi). Selang satu tahun diangkat
menjadi Kyai, beliau mendirikan sebuah Madrasah Diniyah. Yaitu salah satu
tempat lembaga pendidikan agama Islam. Beliau wafat pada tanggal 12 Februari
2012 M.
Mbah Kyai Nasikhun sebagai sentral ulama’ di desa
Geneng berlangsung cukup lama, yaitu dimulai dari masa kepemimpinan Lurah Mbah
Gimin sampai dengan Lurah Bapak Akhmad periode pertama.
C. Macam-Macam Adat Desa Geneng
Secara umum adat yang
berada di masyarakat Desa Geneng terbagi menjadi dua, yaitu adat keagamaan dan
adat kemasyarakatan.
1. Adat Keagamaan
Adapun adat keagamaan
yang menjadi kebiasaan di Desa Geneng diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Nyekar di Makam Mbah Buyut Jumali.
Mengingat bahwa Mbah
Jumali merupakan salah satu sesepuh atau pepunden di Desa yang ditokohkan , dan
beliau juga mempunyai kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki semua orang, maka
sampai sekarang banyak warga datang berziarah ke makam tersebut. Bahkan jika
seseorang ada yang mau mengadakan Hajatan seperti duwe gawe,Mantenan,
sunatan, dan lain sebagainya, masyarakat mempunyai adat tersendiri yakni
datang ke makam untuk nyekar serta berziarah dengan membawa makanan berupa ayam
Ingkung. Kemudian setelah melakukan Tahlil dan Doa bersama Ayam
ingkung tersebut dibagikan kepada orang-orang sekitar, atau orang yang
sukarela ikut mebantu dalam prosesi kegiatan nyekar tersebut. Tempat makam
berada di bawah pohon Asam yang sangat besar dan usianya sudah mencapai ratusan
bahkan ribuan tahun atau berdekatan dengan Masjid Baitul Izzah.
Dahulu kegiatan ritual
tersebut memang hampir mendekati Syirik,atau melanggar Syariat Islam, karena
kebodohan masyarakat yang belum paham tentang arti berziarah sebab masih
meminta sesuatu kepada makam dan bukan sama Allah Swt. Lantas, berkat peran
ulama akhirnya meluruskan kegiatan nyekar serta dalam kegiatannya diisi dengan
Tahlil dan Doa-doa.
Dan pada akhirnya
sekarang telah diadakan kegiatan rutinan di makam Mbah Jumali, bahwa setiap
malam jumat diakan kegiatan jamiyah Tahlilan.
b) Kegiatan Selapanan Kematian.
Setiap malam hari
kematian seseorang selalu diadakan kegiatan Selametan di rumah ahli
waris atau keluarganya, selain Selametan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan
seribu hari (mendak) di Desa Geneng mempunyai adat tersendiri yaitu peringatan
Selapanan (setiap 35 hari sekali) mengadakan tahlilan atau selametan.
c) Megengan
Megengan adalah kegiatan ziarah ke makam leluhur atau
orang-orang terdahulu, seperti kakek-neneknya nya, orang tuanya, saudaranya dll,
yang sudah meninggal.
Pelaksanaan Megengan
dilaksanakan di makam-makam menjelang awal Ramadhan dan menjelang satu Syawal,
kegiatan ziarah tersebut diisi dengan acara Tahlil secara berjamaah serta
dihadiri para kyai beserta semua warga.
2. Adat Kemasyarakatan
Adat kemasyarakan ini
merupakan kegiatan adat yang diadakan oleh pemerintah Desa, yaitu Sedekah Bumi.
Kegiatan adat sedekah
bumi biasanya diadakan selama satu tahun sekali dan bertempat di rumah Lurah
Desa Geneng, yang diisi dengan berbagai kegiatan, yang pertama adalah
mengadakan tahlil bersama di kediaman lurah desa setempat. Kemudian yang kedua
yaitu dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisonal salah satunya adalah
pertunjukkan wayang kulit/ kesenian Ketoprak selama satu hari satu malam.
D. Macam-macam Kesenian di
Desa Geneng
Di Desa Geneng terdapat berbagai macam kesenian
diantaranya sebagai berikut :
1. Jidur / Terbang Banten
Kesenian Jidur sudah
berdiri sejak lama yakni pada masa pemerintahan Mbah Sutorejo. Pada saat itu
kesenian Jidur digunakan untuk mengiringi kegiatan Berjanjen atau mauludan. Pada
sekitar tahun 2000 M seiring dengan perkembangan zaman kesenian Jidur ini
semakin lama semakin terkikis dikarenakan kurangnya peminat dari masyarakat
yang semakin modern serta tidak adanya generasi penerus. Kemudian pada tahun
2013 kesenian ini akhirnya dilanjutkan dengan kesenian Terbang modern/rebana
modern yang diprakarsai oleh Bapak Pur dan Ibu Sulis.
2. Barongan
Pada tahun 1958 M seni
barong mulai diperkenalkan di Desa Geneng dan masyarakat pun sangat antusias
jika melihat kesenian tersebut. Sebelum desa Geneng mempunyai seperangkat seni
barong sendiri, terlebih dahulu diawali dengan mendatangkan (Nanggap)
kesenian barongan dari luar desa yaitu desa Bandung Rejo. Kemudian ketika
pertamakali seni ini dipertunjukkan kepada
warga, ternyata respon dari warga banyak yang suka.
Sehingga pada tahun
1960 M. barulah seni Barongan berdiri di
Desa Geneng dengan nama “Singo Barong” yang diprakarsai oleh Bapak
Sumen, akan tetapi pada saat itu masih dalam naungan desa Bandung Rejo. Atau
dengan kata lain ikut bergabung dengan seni barongan yang sudah ada di desa
tersebut. akhirnya pada tahun 1973 M. seni barong resmi berdiri sendiri dengan
dipimpin oleh Bapak Sumen secara langsung dan keluar dari naungan Bandung Rejo.
Sejak itulah para anggota seni barong sebanyak 80 % berasal dari desa Geneng
sedangkan sisanya adalah anggota dari luar desa.
Ketika Bapak Sumen
menjadi pemimpin seni barong pertama di desa Geneng, minat dan respon
masyarakat sangat antusias sekali sehingga ketika ada suatu hajatan sunatan,
pernikahan, dan sebagainya banyak dari warga yang menyewa (Nanggap)
kesenian tersebut.
Setelah tahun 1987 M.
Bapak Sumen Wafat, kepemimpinan seni barong ini selanjutnya dipegang oleh Bapak
Supardi atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Pak Icun”. Namun setelah
depegang oleh beliau seni barong ini sempat mengalami naik-turun dalam hal
minat masyarakat terhadap kesenian barong. Sehingga sempat menjadi pasif.
Selang beberapa lama setelah seni barong pasif kemudian timbul
inisiatif dari para pemuda yang dipelopori oleh Bapak Supardi atau yang dikenal
dengan sebutan pak “Menyot” untuk mengambil alih barongan yang semula
berada ditempat pak Icun dipindah keruma-Nya dengan harapan kesenian tersebut
bisa diaktifkan lagi. Tidak lama kemudian seni barong yang ada di desa Geneng
yang sudah lama pasif akhirnya dapat lebih berkembang sehingga ketika ada warga
yang punya hajatan duwe gawe bisa mengundang kesenian barongan untuk di
pertunjukkan kembali kepada warga sekitar, serta tidak jarang pula seni barong
ini ditampilkan setiap acara HUT kemerdekaan RI untuk memeriahkan kegiatan
arak-arakan yang diadakan oleh pemerintah desa.
Jumlah anggota seni barongan ini terdapat sekitar
30 0rang, dan untuk jadwal latihan diadakan satu bulan satu kali.
3. Drumband
Sejarah berdirinya
kesenian Drumband diawali dengan sejarah berdirinya Madrasah Tsanawiyah Nurul
Huda Geneng., yaitu pada tahun 1994 M. yang pada tahun tersebut MTs Geneng masih
bergabung dengan bangunan sekolah Madrasah diniyah yang lebih dulu berdiri. Tempatnya
berada di sebelah selatan desa Geneng.
Setelah MTs Nurul Huda
mempunyai Gedung baru yang tempatnya berada di pinggir Jalan raya (pertelon,
atau sekitar 200 meter ke timur dari bangunan lama) kemudian berdirilah
kesenian Drumband, yang pada saat itu digunakan sebagai ekstra kurikuler untuk
peserta didik Madrasah Tsanawiyah.
Sama halnya dengan
kesenian Barongan, kesenian Drumband ini juga dipakai untuk memeriahkan
kegiatan arak-arakan yang diadakan oleh pemerintah desa untuk ikut memeriahkan
dalam acara hari kemerdekaan RI. Selain itu juga tidak sedikit dari masyarakat
lokal maupun masyarakat luar desa, ikut nanggap pertunjukan seni
Drumband ketika ada suatu hajatan pernikahan, sunatan dan lain sebagainya.
E. Peran Pemerintah Desa
Dalam Pelestarian Adat dan Budaya
Pemerintah Desa Geneng
secara umum ikut berperan aktif dalam menjaga pelestarian adat dan budaya yang
ada di Desa. Hal ini dibuktikan pada
tahun anggaran 2015 s/d 2016 pemerintah desa mengucurkan dana untuk perbaikan
area makam mbah Jumali yang totalnya sebesar Rp. 10.000.000.
Kemudian untuk kesenian
Barongan pemerintah desa juga mengucurkan dana sebesar Rp. 2.000.000. Pada
tahun anggaran 2016 M.
Selanjutnya pemerintah
desa Geneng juga aktif menyumbang beberapa dana untuk kemajuan Madrasah
Tsanawiyah Nurul Huda Geneng, sehingga dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk
kemajuan Madrasah, termasuk dapat digunakan sebagai pelestarian kesenian musik
Drumband.
III.
KESIMPULAN
Ø Asal mula nama
"GENENG "diambil dari peristiwa banjir yang melanda banyak desa-desa
disekitarnya,namun desa Geneng pada saat banjir itu datang ,desa Geneng tidak
terkena banjir sendiri .karena diapit oleh dua aliran bendungan yang bernama
kanal.untuk itulah dinamakan desa "Geneng ".yang berarti dataran
tanahnya berada diketinggian / tidak terkena banjir.
Ø Tokoh-tokoh Masyarakat,
Alim Ulama’ dan Sesepuh Desa Geneng
1. Mbah Nur Iman
2. Mbah Trowelo
3. Mbah Jumali
4. Mbah Tabri
5. Mbah Muktasrib
6. Mbah Sutorejo
7. Mbah Gimin
8. Mbah Wartono
9. Mbah Kyai Supardi
10. Mbah Kyai Nasikhun
Ø Macam-Macam Adat Desa Geneng
1. Adat Keagamaan
a) Nyekar di Makam Mbah Buyut Jumali.
b) Kegiatan Selapanan Kematian.
c) Megengan
2. Adat Kemasyarakatan
Sedekah Bumi
Ø Macam-macam Kesenian di
Desa Geneng
1. Jidur / Terbang Banten
2. Barongan
3. Drumband
Ø Peran Pemerintah Desa
Dalam Pelestarian Adat dan Budaya
Pemerintah Desa Geneng
secara umum ikut berperan aktif dalam menjaga pelestarian adat dan budaya yang
ada di Desa .
IV.
PENUTUP
Demikian laporan pada
bidang pelestarian adat dan budaya di desa Geneng yang bisa kami sampaikan.
Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
dan kita sebagai manusia jangan sampai melupakan sejarah.
V. DAFTAR LAMPIRAN DOKUMENTASI
Makam Mbah Buyut jumali
Pertunjukan Kesenian Drumband pada acara karnaval 17 Agustus
yang diadakan oleh Desa
Pertunjukan Kesenian Barongan di desa Geneng
Malam
Puncak Acara Kegiatan Sedekah Bumi, Para Warga dihibur Dengan Pertunjukkan
Kesenian Wayang Kulit di Kediaman Bapak Lurah Akhmad
Foto Masjid Baitul Izzah Desa Geneng Yang Pada Saat ini Masih dalam Proses Pembangunan
VI. Referensi Wawancara dengan Beberapa Tokoh Desa Geneng
Adib Habibi, S.Pd.I ( BPD Geneng)
Akhmad ( Lurah Geneng)
Eko Purnomo (Perangkat Desa Geneng)
Kyai Supadi ( Ulama' Geneng)
Drs. H. Sukirman, S.Pd.I (Ketua MUI Desa Geneng)
K. Choiri (Ketua Ranting NU Desa Geneng)
Mbah Mansur (Sesepuh Geneng)
Mbah Kasan (Sesepuh Geneng)
Mbah Karsum (Sesepuh Geneng)
Super sekali
BalasHapusApik, lagi ngerti sejarah e desoq
BalasHapusIseng2 aja caritau sejarah desa kelahiranku,suka kangen sm masa kecil dl sm org2 y kebanyakan sdh meninggal dan pergi merantau.Skrg sdh jauh dr kampung dan sdh lama jg gak plg.Lurah saat itu sy masih dapat budhe subi,pak kiyai nasikun.Saat itu beliau mmg sdh sepuh,tp alhamdulillah trnyata panjang umur.Dan telah meninggal 2012 lalu.Pak adib,guru diniyah sy (kisaran th 1997-2000 kalo ga salah) guru killer suka ngasih hukuman diplintir pusatx santri laki2😁halo pak✌️.Pak sukirman jg sy tau,beliau sgt berwibawa,sy berteman dgn anaknya y dl sekelas d sekolah diniyah namax ida,cantik orgx☺️.Pak choiri jg sy tau,tp sy tdk sempat diajar oleh beliau.Sgt menarik membaca artikel ini.Dl wkt kecil suka didongengin sm mbah sy,tp beliau sdh meninggal 2012 lalu😢.Terimakasih ilmuny buat guru2ku y berkat pengabdianx sy bs mengaji.Semoga Allah senantiasa memberikan beliau2 kesehatan dan perlindungan,serta diberikan panjang umur.Amin.Salam dr sy Nurul Umariyah,cucux mbah kurdi & mbah surimah (siapatau ada y kenal☺️)
BalasHapusBtw mesjidnya skrg sdh sgt megah ya?dl wkt sy masih sekolah diniyah mesjidnya masih lt.1 tp mmg sdh besar dan lumayan tinggi.Oiya,samping kanan mesjid dl sy sekolah diniyah,dl bangunanx masih kecil dan dr kayu,sgt sederhana.Nanti naik kelas brp gitu baru pindah y k sekolah besar y d pinggir jln sana.Dl makamx mbh buyut jg cm dikasih pagar kayu seadax,skrg sdh ditembok ya?dl disana dibawah pohon asam ada mbah2 y jualan pecel sm kolak.Kalo wkt istirahat pd makan disana.Asrinya desaku yg dl,gak tau ya skrg bgmn keadaannya?Yg pasti adh tdk lengkap lg krn sdh banyak org2tua y meninggal dan teman2 masa kecil y sdh prg semua.Terakhir kesini th 2009,sdh lama sekali.
BalasHapus